Sabtu, 21 Mei 2011

Lowongan : Menyantuni Anak Yatim Gak Pake Duit!

Saya punya satu pertanyaan kepada pembaca : “Berapa kalikah dalam sebulan, anda mendengar atau membaca kata’Panti Asuhan’ ?”
Dalam tulisan ini, saya tidak sekedar mencoba mengajak anda-anda sekalian untuk menyantuni anak yatim. Ajaran-ajaran, ceramah-ceramah, khotbah-khotbah tentang hal itu sudah tak terhitung jumlahnya. Begitu banyaknya yang kita baca atau dengar, hingga kita mungkin jadi lupa untuk mengamalkannya. Dalam kesempatan ini, izinkan saya yang masih bodoh soal agama ini mencoba mengingat-ingat apa saja urgensi menyantuni anak yatim itu, melalui sedikit yang saya tahu. Kalau anda mau ikut saya mengingat-ingat juga boleh.
Menurut Ibnu Manzhur, yang disebut yatim adalah seorang anak yang ditinggal mati oleh ayahnya, sebelum yang bersangkutan menginjak usia baligh. Jadi, batasan seorang anak disebut sebagai ‘anak yatim’ adalah apabila usianya belum menginjak baligh, atau sekitar usia di bawah 12-13 tahun. Sementara sebagian ulama menyebut batasan sebutan ‘yatim’ bagi perempuan adalah apabila dia belum menikah. Akan tetapi, di negara dengan ekonomi terbatas seperti Indonesia, seorang anak yatim yang ditinggal mati oleh orang tuanya, meskipun usianya telah di atas 12 tahun akan tetap membutuhkan adanya bantuan, setidaknya hingga yang bersangkutan telah menikah atau dapat hidup mandiri. Apalagi jika dia adalah yatim piatu, atau yang telah meninggal adalah kedua orang tuanya.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa tak ada bedanya konsep diri antar anak yatim, apakah dia ditinggalkan oleh ibunya saja, atau ayahnya saja, ataupun ditinggalkan oleh kedua-duanya. Maka pada intinya semua jenis anak yatim membutuhkan uluran tangan kita. Dalam Islam pun anak yatim memiliki sejumlah hak untuk dipenuhi, seperti hak untuk mendapatkan kasih sayang, hak untuk mendapatkan perlindungan, hak hidup, serta hak nasab.
Dalam agama Islam sendiri, sangat ditekankan adanya perhatian terhadap anak yatim, terutama untuk pengasuhan, pendidikan, dan perawatannya. Hal ini dimaksudkan agar anak yatim dapat tumbuh dengan merasakan dukungan sosial emosional sebagaimana yang diperoleh oleh anak-anak yang masih memiliki ayah dan ibu. Sebuah penelitian menemukan bahwa self esteem (perasaan terkait harga diri) pada anak yatim lebih rendah daripada anak yang tinggal dengan orang tuanya. Padahal, self esteem ini sangat berkaitan dengan bagaimana seorang anak dapat memiliki motivasi berprestasi, kepercayaan diri, serta keyakinan terhadap masa depannya.
Memangnya apa manfaatnya bagi kita kalau menyantuni anak yatim? Kalau mau dibilang banyak, ya...memang banyak. Tidak hanya di akhirat, tapi di dunia pun sudah dapat kita rasakan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga seperti ini. Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan meregangkannya sedikit,” (HR.Bukhari). Dengan menyantuni anak-anak yatim juga, kita telah turut berpartisipasi dalam upaya pencegahan menurunnya kualitas bangsa, sebagai akibat banyaknya generasi muda yang tidak memperoleh penanganan yang tepat dan layak dalam mengembangkan dirinya dan menjaga kelangsungan hidupnya (yang antara lain karena kurangnya kepedulian dari pemerintah). Contohnya adalah bagaimana banyaknya anak-anak yatim yang kemudian hanya bisa menggantungkan hidupnya dari jalanan, tidak mampu bersekolah hingga tingkat yang tinggi, dsb.
Lantas, bagaimana kalau kita sendiri tergolong orang yang kurang mampu untuk memberikan sumbangsih dalam bentuk donasi kepada anak-anak yatim itu? Itu bukan masalah. Sama sekali bukan masalah. Dana memang penting, tapi bukanlah satu-satunya faktor yang dapat membantu anak yatim sepenuhnya. Anak-anak yatim yang tinggal di panti asuhan misalnya, mereka mungkin sudah mendapatkan dukungan finansial untuk sekolah dan makan sehari-hari. Tapi sesungguhnya yang mereka butuhkan lebih dari itu. Mereka juga perlu memperoleh dukungan sosial emosional yang hangat melalui jaringan yang luas, perlu mengembangkan diri, hingga akhirnya dapat menatap optimis pada masa depan mereka.
Salah satu organisasi yang peduli terhadap anak-anak panti asuhan adalah Senyum Community. Senyum Community (bisa disingkat SC) merupakan sebuah social enterprise yang bergerak di bidang pendidikan dan pemberdayaan pemuda, khususnya dalam hal ini pada remaja-remaja yatim dan dhuafa yang tinggal di panti asuhan. Semenjak berdiri tahun 2009, SC telah menjalankan berbagai program seperti pelatihan kewirausahaan, bimbingan belajar, english club, bimbingan karir, dan sebagainya yang sasarannya adalah para remaja panti asuhan.
Apabila anda-anda sekalian, khususnya kawula muda yang berminat untuk bergabung dengan SC, SC menyediakan program yang menyediakan tempat bagi anda untuk terlibat mendukung program-program sosial SC, yang bernama Senyum Ambassador (Duta Sejuta Senyuman) atau SA. SA bertugas membantu mensosialisasikan program-program SC sekaligus menggalang dukungan bagi program-programnya. SA sendiri mendapat kesempatan untuk untuk terlibat aktif dalam program-program SC, sekaligus memperoleh berbagai fasilitasnya seperti ID, sertifikat, dan bonus-bonus. Peluang mendapat rekomendasi untuk memperoleh fellowship, internship, beasiswa, ataupun bekerja di dalam dan luar negeri.
Jadi, tunggu apa lagi? Ayo, ambil peluang langka : beramal dengan membantu mengembangkan anak-anak panti asuhan, sekaligus mengembangkan diri kita sendiri. Kalau masih penasaran, klik aja : http://www.senyumkita.com/ :)
Referensi :
Masykur, Muhammad Syafii. (2010). Dahsyatnya Pahala Menyantuni Anak Yatim. Yogyakarta:Firdaus
www.senyumkita.com

Minggu, 15 Mei 2011

Batas Antara Minder dan Sombong

Aku mengakuinya, kalau aku mungkin memiliki penyakit minder yang kronis. Sewaktu-waktu perasaan rendah diri bisa datang, ketika ada teman dekatku yang meraih prestasi, atau ketika wanita yang aku sukai ternyata menyukai seorang pria lain yang kompeten. ‘Penyakit’ ini selama bertahun-tahun membuatku tidak pernah berani mendekati wanita, karena aku sudah memiliki keyakinan akan ditolak. Mana ada perempuan yang mau punya suami yang lemah dan tidak dewasa seperti aku, yang bahkan tidak memiliki sesuatu pun yang bisa dibanggakan? Berapa tahun belakangan, aku langsung memutuskan mundur, sebelum mencoba mendekati perempuan yang aku sukai. Bahkan aku jadi tidak pernah bisa mendekati seorang perempuan pun-hingga akibatnya, aku kehilangan seorang wanita yang paling aku cintai. Tepatkah pemikiran seperti itu?
Setiap kali aku minder kepada seorang wanita, aku selalu langsung berpikir untuk tidak menyukainya. Tapi kemudian kadang aku balik bertanya kepada diriku sendiri, “Bagaimana kalau ada seorang wanita yang tidak menarik dan tidak shalehah yang ternyata menyukaimu, apakah kamu mau?” Jawabanku : “Tidak!” Lho? Bukankah aku ini minder? Bukankah aku takut tidak ada wanita yang menyukaiku? Lha terus, kenapa aku menolak wanita yang bagiku tidak memenuhi kriteria? Ya, kriteria. Kalau aku memang minder, kenapa aku masih menetapkan suatu kriteria bagi seorang calon istri? Tidakkah itu sebuah paradoks?
Hal ini menjadikan pertanyaan besar : Apakah aku masih pantas menyebut diriku ini minder ? Bahkan para artis pujaan banyak pria seperti Luna Maya, Revalina S.Temat, hingga Nikita Willy pun kalau seandainya mereka mau padaku –walaupun cuma mimpi sepertinya- , mereka akan aku tolak! Kenapa? Karena mereka tidak memenuhi kriteria utamaku. Jadi, bukankah aku ini sebenarnya malah sombong? Jadi, sebenarnya aku ini minder atau sombong?
Oke, ada analogi seperti ini : Ada seorang lelaki lulusan SMP, yang dia selalu menyombongkan diri dan pamer di hadapan orang-orang lulusan SD atau yang putus sekolah. Tapi, ketika dia bertemu lulusan SMA, apalagi sarjana, maka dia jadi sangat pemalu bahkan untuk berbicara. Hmm...mungkin kondisiku mirip seperti orang itu. Itulah manusia. Dan aku juga masih tergolong manusia (semoga). Batas antara minder dan sombong pada diri manusia itu sangat tipis. Itu karena kita selalu membandingkan diri antara satu dengan yang lain dengan parameter tertentu. Kalau dengan yang lebih tinggi, kita cenderung minder dan rendah diri. Dengan yang lebih rendah, kita cenderung sombong dan takabur.
Tak heran jika Allah lebih Menyukai kita bersikap proporsional. Kita mungking sudah terlalu sering mendengar ceramah ini : Dalam hal duniawi, lebih baik melihat ke bawah agar kita bersyukur; sebaliknya dalam hal akhirat, lebih baik melihat ke atas agar termotivasi untuk memperbaiki diri. Sudah sering, tapi kita jarang atau bahkan lupa mengamalakannya. Semua sumbernya adalah self evaluation (evaluasi diri) yang tepat. Kesalahan self evaluation terjadi apabila kita menjadikan orang lain sebagai patokan bagi self esteem (harga diri) kita, bukan sebagai patokan untuk bersyukur atau memperbaiki diri. Masalah jodoh? Nanti akan saya bahas lebih jauh dalam tulisan ‘Cinta Tak Mengenal Kompetensi’ (tapi di blog saya yg satunya ya..hehe).

Sabtu, 14 Mei 2011

Asal Allah Senang

‘ABS’ alias ‘Asal Bapak Senang’. Ungkapan ini umum sekali kita dengar di Indonesia, khususnya dalam hubungan antara atasan dengan bawahan dalam sebuah perusahaan atau instansi. ‘Asal bapak senang’ adalah semacam peribahasa yang menggambarkan bagaimana seringkali seorang bawahan melakukan apapun, asalkan dapat membuat boss-nya senang, mulai dari berusaha bekerja dengan performa yang bagus, sampai dengan upaya menjilat. Tentunya dengan harapan, boss-nya akan senang dan dia akan memperoleh keuntungan dari situ.
Upaya menyenangkan atasan ini mendorong orang akan melakukan segalanya, bahkan bisa juga sampai menyingkirkan rekan atau temannya. Naudzubillah min zalik. Ungkapan ‘asal bapak senang’ ini juga bisa dilakukan dalam konteks seseorang yang ingin menarik hati calon ataupun yang sudah jadi mertuanya. Pada umumnya, ungkapan ini memang ditujukan untuk orang-orang yang istilahnya ‘mencari muka’.
Saya kadang, atau malah sering berpikir, kalau memang kita ingin berupaya menarik hati orang lain yang punya power, untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, kenapa tidak sekalian saja ‘menjilat’ yang bisa memberikan kita keuntungan lebih daripada yang bisa diberikan seluruh orang di dunia ini. Ya, kenapa kita tidak mencoba ‘mencari muka’ pada Tuhan?
Seseorang yang sudah terlanjur suka pada kita, akan melakukan apa saja bagi kita dan menuruti semua keinginan kita. Bukankah begitu yang dipikirkan seseorang yang ‘menjilat’ orang lain? Jadi, bayangkan bagaimana jadinya kalau Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa itu yang terlanjur suka pada kita. Allah sudah menjanjikan kepada hamba-Nya, bahwa Dia akan senantiasa mengabulkan setiap permintaan manusia. “...Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu..” begitu yang difirmankan Allah dalam surat Al Mu’min ayat 60. Janji itu ditujukan kepada seluruh hambaNya tanpa terkecuali. Lalu bagaimana kalau hamba itu adalah yang Dia Sukai?
Belum lagi ditambah sifat-sifatNya Yang Menguasai dan Memiliki seluruh alam ini (Al Malik), dan juga sekaligus Maha Pemberi (Ar Razaaq). Allah juga tidak bisa dibohongi, karena Dia Maha Mengetahui (Al Aliim). Kalau boss atau mertua kita bisa marah dan tidak akan memaafkan kita kalau-kalau kita salah (baik sengaja ataupun tidak), maka Allah Maha Pengampun (Al Ghafuur) sebesar apapun kesalahan kita. Kalau boss atau mertua kita dalam memberi sesuatu mungkin masih mengharapkan balasannya dari kita, Allah tidak demikian. Bahkan, bila 1 yang kita berikan, Allah bisa Membalasnya dengan 10 kali lipat bahkan lebih, sebagaimana dalam banyak kisah di zaman Rasul. Jadi, mau ‘menjilat’ ke manakah kita?

Minggu, 20 Maret 2011

Manusia Tanpa Kekurangan

Mengeluh. Terlalu banyak keluhan yang seringkali kita lontarkan dalam hidup ini. Keluhan itu bisa bermaksud mengeluhkan apa yang tidak kita miliki, mengeluhkan sikap orang lain pada kita, ataupun mengeluhkan karena kita tidak dapat memperoleh ataupun melakukan sesuatu. Sayangnya, kita seringkali tidak menyadari - atau tidak mau menyadari - bahwa keluhan-keluhan itu tidak akan kemudian mendatangkan apa yang kita harapkan. Jadi, entah kita mengeluh ataupun tidak, tidak akan merubah keadaan.

Keluhan bisa berasal dari apa yang tidak kita miliki, yang kemudian membuat kita merasa tidak mampu melakukan apa yang dapat dikerjakan oleh orang lain. Tapi masalahnya, kalau orang lain bisa mengerjakan sesuatu yang tidak bisa kita kerjakan, bukankah itu berarti ada pekerjaan lain yang bisa kita kerjakan tapi tidak dapat dikerjakan orang lain ?

Dari sini terlihat bahwa sesungguhnya tidak ada manusia yang berhak mengklaim bahwa dirinya penuh dengan kekurangan sedemikian hingga tidak memiliki kelebihan sama sekali. Kita barangkali hanya belum mencoba (atau tidak mau mencoba, atau mungkin sudah lupa kalau pernah mencoba) melihat pada sisi lain dari diri kita yang positif. Sisi itulah yang membuat kita merasa sebagai manusia tanpa kelebihan. Padahal, kalau kita mampu untuk melihat sisi itu, kita akan berpikir sebaliknya : bahwa kita adalah manusia tanpa kekurangan. ‘Tanpa kekurangan’. Why ? Karena kita selalu punya kelebihan.

sumber gambar : www.bcreative.com

Minggu, 06 Maret 2011

Kenapa Menulis ?

Sebelum saya jauh-jauh menulis di blog ini, sebelum saya kembali aktif di dunia yang sempat saya tinggal lamaaaaaa sekali ini, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu kenapa saya sampai membuat blog ini. Semacam kata pengantar lah.
Berimajinasi merupakan bagian dari hidup saya semenjak saya masih masih mengenakan popok. Saya sering diceritakan oleh ibu saya, bahwa sewaktu masih TK saya suka sekali menirukan tokoh-tokoh yang saya tonton di tv. Saya sering menirukan donal bebek, pama gober, police academy, g.i joe, dan sebagainya. Saya tidak ingat bagaimana itu saya lakukan. Yang masih saya ingat adalah mulai sejak saya SD. Ketika itu, saya adalah anak yang sangat pendiam, jarang bergaul, bahkan nyaris seperti anak yang tidak punya teman. Saya hidup di dunia saya sendiri pada waktu itu.
Pada masa autis itu, saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan hobi saya, yaitu memainkan boneka-boneka saya, lalu membuat sebuah cerita dengan menggunakan mereka. Sejak saat itulah, saya mulai merasakan ketertarikan untuk terus membuat cerita. Mulai dari kelas 5 SD, ketika saya membuat sebuah cerita superhero. Setelah cerita superhero itu, saya terus menerus membuat berbagai cerita-cerita baru, lagi, dan lagi.
Satu hal yang masih saya sesali hingga detik ini adalah berbagai cerita yang pernah saya imajinasikan itu, hanya berhenti sampai tercipta di otak, tidak pernah tertuang dalam bentuk yang lebih real seperti novel atau film misalnya. Saya telah bergabung dengan sebuah organisasi kepenulisan yang cukup populer di Indonesia, semenjak 2006 lalu. Tapi karya saya masih sangat amat terbatas sekali banget. Saya pernah berhasil menyelesaikan sebuah novel, tapi hingga kini belum diterbitkan oleh penerbit yang bersangkutan (bagi penerbit yang merasa, kalau anda membaca ini, tolong novel saya segera diterbitkan ya.. :)
Saya pernah mulai membuat blog sekitar tahun lalu, tapi vakum lagi untuk jangka waktu yang sangat lama. Duh, susah sekali ternyata memotivasi diri untuk menulis. Kalau hanya di pikiran, gimana orang mau tahu dan mengapresiasi karya-karya saya? Harapan saya dengan kembali nge-blog ini, saya bisa mendorong diri saya untuk akitf kembali menulis dan kalau perlu segera membuat sebuah karya yang sudah lama terpendam. Amiin, Dukung saya ya.